Semua Bermula dari "Persepsi": Ulasan Singkat Banget Buku Filosofi Teras

Hai guys, lama tak berjumpa. Apa kabar? Semoga kamu sehat dan terus semangat beraktivitas ya.

Ngomong-ngomong masalah pertemanan, persahabatan, dan seisinya, pasti ada suka maupun duka yang terasa. Namanya juga kehidupan, masa iya hidup selalu mudah dan bahagia. Ada berbagai tantangan dalam hidup, yang katanya nih, Tuhan memberi masalah sesuai kemampuan hambaNya.

Biasanya nih, di dalam pertemanan ada aja yang diributin. Kadang karena suatu hal kecil dan remeh, bisa memutus hubungan pertemanan alias musuhan. Parah ga sih? Yups, parah banget tuh. Kalau aku bisa sedikit menyimpulkan nih, hubungan antar manusia itu terjalin karena persepsi. Bagaimana kita melihat dan menilai sesuatu, dari kacamata yang mana.

Dokumentasi Pribadi

Untuk itu, sebelum lanjut, aku perlu rekomendasiin video yang perlu kamu tonton. Sangat bermanfaat untuk sedikit merubah dan membuka pikiran kita, klik di sini .

Bagaimana? Udah nyempetin nonton atau masih stay tune di tulisan ini? wkwk
Okey, aku harap kalian nonton dulu yak haha (sok ngatur).

Sumber Foto: Twitter Henry Manampiring

Di video tersebut, penulis buku Filosofi Teras, Henry Manampiring, menjelaskan mengenai datangnya emosi, baik internal maupun eksternal. Henry Manampiring memiliki pandangan sesuai pendekatan Stoikisme (Stoa), bahwa emosi negatif adalah akibat dari nalar yang sesat. Emosi negatif tersebut, yang asal muasalnya karena faktor ekstrenal, sesungguhnya datang dari pikiran kita pribadi. Persepsi dan opini kita mengenai suatu hal dapat mencemari pikiran kita sendiri.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apa kita perlu menganggap semuanya baik-baik saja? Bukan

Hal yang perlu kita lakukan ialah mengubah persepsi atau cara pandang kita akan suatu hal. Kita perlu bahagia, kita perlu berpikir positif, kita perlu arahkan pikiran kita untuk mempertanyakan, bukan men-judge. Berhati-hati dan menjaga diri itu tidak salah, tapi yang kurang benar ialah kita menuduh, menghakimi, dan menyimpulkan tapi berpikir panjang.

Contoh konkritnya nih, seperti yang di video tadi, ada orang, cowo berbadan kekar, tatoan, pake singlet dan jeans, tiba-tiba ada di pinggir jalan waktu kita nungguin abang ojol. Eh dia jalan ke deket kita. Auto ketar-ketir kan hati kita? Etdah nih preman mau ngapain kali yak? Aku mau dibunuh? Aku mau diculik? AKU MAU DIAPAIN NJIR!!! Gawat pokoknya.

Nah, pikiran-pikiran tersebut justru merusak diri kita. Kita menjadi orang yang berprasangka buruk dan mudah menghakimi orang lain salah. Pokoknya orang lain salah, kita bener (astagfirullah wkwk). Jadi, lagi-lagi, semua bermula dari bagaimana kita melihat, dari kacamata mana, dari sudut pandang mana. Jangan sampai, karena si abang kekar itu tatoan dan nyeremin kita anggap dia orang jahat. Ga, ga bisa seperti itu.

Oke, jadi sedikit saranku untuk aku pribadi dan bagi kalian pembaca, bahwa dunia ini porak-poranda karena permusuhan dan perpecahan ialah karena satu hal kecil, yakni persepsi. Bagaimana kita melihat dan menilai sesuatu menjadi sangat berpengaruh bagi kelangsungan berkehidupan. Hal kecil yang bisa kita lakukan ialah berpikir positif dan mempertimbangkan baik buruknya.

Dalam hal pertemanan menjadi ajang pembuktian, bagaimana kita bisa menjadi makhluk sosial yang sesungguhnya. Apakah kita bisa memperlakukan teman kita dengan baik. Btw, baik buruknya orang lain, juga tanggung jawab kita, loh. Jadi, mari saling introspeksi diri masing-masing. Kita bisa jadi lebih baik, di mulai dari pribadi kita terlebih dahulu.

Dah, cape ngebacotnya, mari sama-sama berubah. Saranghaeyo guys!

Sampai jumpa di blog selanjutnya wkwk

Komentar